Selasa, 01 Desember 2015



KONSEP DASAR KURIKULUM





unm 2












SUKAWATI
15B02047






PENDIDIKAN ILMU SOSIAL (IPS-EKONOMI)
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2015
URAIAN MATERI

I.     Konsep Dasar Kurikulum
A.     Arti Pentingnya Kurikulum
Dalam dunia pendidikan, terutama pada pendidikan formal yakni pendidikan yang terjadi di lingkungan sekolah sering kita mendengar kata kurikulum. Seperti yang kita ketahui bersama, kurikulum merupakan pedoman pelaksanaan pembelajaran. Kurikulum memiliki posisi yang sangat penting dalam keseluruhan proses pendidikan bahkan kurikulum merupakan syarat mutlak dan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan itu sendiri. Mengingat pentingnya kurikulum itu sendiri, maka di bawah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai konsep kurikulum.
1.    Pengertian Kurikulum dan Dimensi Kurikulum
a.      Pengertian Kurikulum
Secara etimologis, kata kurikulum berasal dari bahasa Latin yaitu curir berarti pelari, dan curere yang berarti tempat berlari. Hal ini menandakan bahwa kurikulum merupakan suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari mulai dari garis awal sampai dengan garis akhir (finish).
Menurut Kurinasih dan Sani (2014:6) dalam bukunya Implementasi Kurikulum 2013, kurikulum adalah “suatu perangkat yang dijadikan acuan dalam mengembangkan suatu proses pembelajaran yang berisi kegiatan-kegiatan siswa yang akan dapat diusahakan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran khususnya dan tujuan pendidikan secara umum”. Dalam buku tersebut, terdapat pula pengertian kurikulum menurut Hilda Taba (1962) yakni “kurikulum adalah rencana pembelajaran”.
Menurut Hernawan dkk (2007:1.3) kurikulum adalah “sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh ijazah”. Dari rumusan pengertian tersebut terkandung dua hal pokok yaitu adanya mata pelajaran yang harus ditempuh seorang siswa dan tujuan utamanya yaitu memperoleh ijazah.
Kurikulum tidak terbatas hanya pada sejumlah mata pelajaran saja, tetapi juga mencakup semua pengalaman belajar siswa yang dialaminya dan mempengaruhi pribadinya. Harold B Albety (1965) memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah. Kurikulum tidak hanya terbatas pada kegiatan di dalam kelas saja, tetapi juga semua kegiatan siswa diluar kelas. Pendapat yang senada juga diungkapkan oleh Sylor, Alexander, dan Lewis (1974) yang menganggap kurikulum sebagai segala upaya untuk mempengaruhi siswa agar belajar, baik di dalam kelas, halaman sekolah, maupun di luar sekolah.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian kurikulum adalah suatu acuan selama proses pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan, seperti ijazah dan tujuan khusus lainnya, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
b.      Dimensi Kurikulum
Kurikulum bukanlah merupakan suatu istilah tunggal, namun istilah kurikulum menunjukkan berbagai dimensi pengertian. William H.Schubert (1986), merinci pengertian kurikulum dalam berbagai dimensi, yaitu “kurikulum sebagai content (materi), kurikulum sebagai program of planned activities (rencana kegiatan program), kurikulum sebagai intended learning outcomes (hasil pembelajaran yang diharapkan), kurikulum sebagai cultural reproduction (pembentukan budaya), kurikulum sebagai experience (pengalaman), kurikulum sebagai discrete tasks and concepts (konsep tugas yang memiliki cirri-ciri tersendiri), kurikulum sebagai agenda for social reconstruction (agenda untuk rekonstruksi sosial), dan kurikulum sebagai currere (kurir)”. Menurut Hamid Hasan dalam Hernawan dkk. (2007:1.4) ada empat dimensi kurikulum yang saling berhubungan, yaitu “kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi, kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, kurikulum sebagai suatu kegiatan (proses), dan kurikulum sebagai suatu hasil belajar”. Selanjutnya, Nana Syaodih Sukmadinata (2005) meninjau kurikulum dari tiga dimensi, yaitu “kurikulum sebagai ilmu, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum sebagai rencana”. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa paling tidak ada enam dimensi kurikulum, yaitu :
1)      Kurikulum sebagai suatu ide
Ide atau gagasan tentang kurikulum hanya ada dalam pemikiran seseorang yang terlibat dalam proses pendidikan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2)      Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis
Dimensi kurikulum sebagai rencana biasanya tertuang dalam suatu dokumen tertulisDimensi ini menjadi banyak perhatian orang, karena wujudnya dapat dilihat, mudah dibaca dan dianalisi.
3)      Kurikulum sebagai suatu kegiatan
Kurikulum dalam dimensi ini merupakan kurikulum yang sesungguhnya terjadi di lapangan (real curriculum). Peserta didik mungkin saja memikirkan kurikulum sebagai ide, tetapi apa yang dialaminya merupakan kurikulum sebagai kenyataan.
4)      Kurikulum sebagai hasil belajar
Hasil belajar adalah kurikulum tetapi kurikulum bukan hasil belajar. Pernyataan ini perlu dipahami sejak awal, karena banyak orang tahu bahwa hasil belajar merupakan bagian dari kurikulum, tetapi kurikulum bukan hanya hasil belajar.
5)      Kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu
Sebagai suatu disiplin ilmu, berarti kurikulum memiliki konsep, prinsip, prosedur, asumsi, dan teori yang dapat dianalisi dan dipelajari oleh pakar kurikulum, peneliti kurikulum, guru atau calon guru, kepala sekolah, pengawas atau tenaga kependidikan lainnya yang ingin mempelajari tentang kurikulum..
6)      Kurikulum sebagai suatu sistem
Sistem kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan, sistem persekolahan, dan sistem masyarakat. Suatu sitem kurikulum di sekolah merupakan sistem tentang kurikulum apa yang akan disusun dan bagaimana kurikulum itu dilaksanakan.

2.    Pengertian Kurikulum Dikaitkan dengan Tujuan Pendidikan
Banyak para ahli pendidikan yang memiliki pandangan berberda mengenai kurikulum, sehingga dari banyaknya pendapat sulit untuk mengambil suatu pengetian yang mewakili pandangan-pandangan tersebut, namun dalam setiap pandangan para ahli, pengertian kurikulum memiliki orientasi yang sama yaitu untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Tujuan pendidikan Indonesia sendiri ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Tujuan Pendidikan Nasiolal Bab II Pasal 3 yang berbunyi :
Pendidikan Nasional bertujuan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiridan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan berbagai upaya untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang diharapkan. Pembentukan kurikulum merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan karena merujuk dari pengertiannya kurikulum itu sendiri merupakan aspek yang penting dalam proses pendidikan. Kurikulum juga dapat memberikan peran dan manfaat yang positif bagi pelaku pendidikan. Jadi sudah barang tentu kurikulum dapat berperan penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan.
3.    Pengertian Kurikulum Dikaitkan dengan Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Untuk kelancaran proses pembelajaran, hal ini tidak terlepas dari peran penting kurikulum dalam dunia pendidikan. Proses pembelajaran membutuhkan kurikulum sebagai pedoman dalam penyusunan rencana pembelajaran. Jika saja kurikulum tidak ada, arah dan tujuan utama pembelajaran tidak akan pernah tercapai. Akibatnya, tujuan pendidikan yang dicita-citakan hanya akan menjadi sebuah catatan yang tidak memiliki realisasi.

B.     Beberapa Tokoh Pembaharuan Kurikulum
Pembaharuan kurikulum peting untuk dilakukan, mengingat semakin pesatnya perkembangan zaman membuat tantangan dan pemenuhan kebutuhan semakin meningkat. Pembaharuan kurikulum itu sendiri tidak lepas dari peran penting tokoh-tokoh yang memiliki peran penting dalam pembentukan kurikulum. Indonesia telah beberapa kali melakukan pembaharuan kurikulum yang tak lepas dari peran tokoh-tokoh penting.  
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 2004, 2006 dan 2013. Tahun 1984, kurikulum Indonesia pada saat itu kembali mengalami pembaharuan. Tokoh penting lahirnya kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas Periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta periode 1984 -1992. Beliau mengusulkan konsep CBSA (cara belajar siswa aktif) yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah yang diujicobakan.
Tahun 2013 terbentuk kurikulum yang dinamakan kurikulum 2013. Tokoh yang berperan penting dalam pembaharuan kurikulum ini adalah mantan Mentri Dinas Pendidikan dan kebudayaan Prof. Ir.Muhammad Nuh, DEA. Ia mengatakan bahwa kurikulum 2013 lebih ditekankan pada kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Selain tokoh pembaharuan kurikulum dalam negeri, dalam dunia pendidikan terdapat pula banyak ahli dari luar negei yang memberikan sumbangsi pemikirannya terhadap kurikulum dalam bentuk literatur. Tokoh tersebut seperti John Franklin Bobbit dalam bukunya In The Curriculum (1918), Ralph Tyler W. dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and Intruction (1975), Robert Zais S. dalam bukunya Curriculum, Principles and Foundations (1976), dan lain sebagainya. Pemikiran-pemikiran meraka masih digunakan dalam mengkaji mengenai kurikulum sampai sekarang. Ini membuktikan bahwa perkembangan sebuah kurikulum tidak lepas dari peran seorang tokoh-tokoh besar.
C.     Beberapa Konsep Kurikulum
Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.
1.      Kurikulum sebagai Substansi
Suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
2.      Kurikulum sebagai Suatu Sistem
Yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara me­nyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyem­purnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis
3.      Kurikulum Sebagai Suatu Bidang Studi
Yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal barn yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.

D.    Funsi dan Peranan Kurikulum
1.      Fungsi Kurikulum
Fungsi kurikulum tidak hanya berfokus pada siswa saja namun, kurikulum juga memiliki fungsi bagi seluruh pelaku pendidikan yaitu guru, kepala sekolah/pengawas, orang tua siswa dan masyarakat. Pada dasarnya kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan menyusun berbagai perangkat-perangkat pembelajaran. Bagi kepala sekolah/pengawas, kurikulum dapat dijadikan pedoman dalam melakukan supervise atau pengawasan terhadap komponen-komponen dalam proses pendidikan. Bagi orang tua, kurikulum dapat dijadikan pedoman dalam membimbing siswa belajar dalam lingkungan keluarganya. Bagi masyarakat, kurikulum dapat dijadikan pedoman dalam memberikan bantuan untuk mendukung proses pembelajaran.
Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa, dalam literatur lain, Alexander Inglis dalam Hernawan dkk. (2006:1.8) mengemukakan fungsi kurikulum sebagai berikut :
1.      Fungsi penyesuaian (the adjustive or adaptive function)
2.      Fungsi intergrasi (the intregrating function)
3.      Fungdi diferensiasi (the differentiating function)
4.      Fungsi persiapan (the propaedeutic function)
5.      Fungsi pemilihan (the selective function)
6.      Fungsi diagnostic (the diagnostic function)
2.      Peranan Kurikulum
Peranan kurikulum dalam dunia pendidikan formal di sekolah sangatlah strategis dan menentukan pencapaian tujuan pendidikan. Kurikulum memiliki kedudukan dan posisi yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan, bahkan kurikulum merupakan syarat yang tak terpisahkan dalam proses pendidikan itu sendiri. Terdapat tiga peranan kurikulum yang dinilai penting dalam pencapaian tujuan pendidikan :
a.       Peranan Konservatif
Menekankan bahwa kurikulum itu dapat dijadikan sebagai sarana untuk mentrasmisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda, yang dalam hal ini adalah siswa atau peserta didik.
b.      Peranan Kreatif
Menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa mendatang.
c.       Peranan Kritis dan Evaluatif
Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu kepada siswa perlu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang. Menekankan kurikulum harus turut aktif berfatisipasi dalam kontrol atau filter sosial.

E.     Macam-macam Organisasi (Pola Kurikulum)
Organisasi kurikulum adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka umum program-program pengajaran yang akan disampaikan kepada murid (Nurgiyantoro, 1988:111). Menurut Nasution (1982:135), organisasi kurikulum adalah pola atau bentuk bahan pelajaran yang disusun dan disampaikan kepada murid-murid. Struktur program dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu struktur horizontal dan struktur vertikal. Struktur horizontal berkaitan dengan bagaimana bahan/mata pelajaran diorganisasikan/disusun dalam pola-pola tertentu. Adapun struktur vertikal berkaitan dengan sistem pelaksanaan kurikulum di sekolah
Melalui organisasi kurikulum ini, guru dan pengelola pendidikan akan memiliki gambaran yang jelas tentang tujuan program pendidikan, bahan ajar, tata urut dan cakupan materi, penyajian materi, serta peran guru dan murid dalam rangkaian pembelajaran. Cara pengembang kurikulum mengorganisasikan kurikulum akan berkaitan pula dengan bentuk atau model kurikulum yang dianutnya.
1.      Struktur Horizontal
Struktur horizontal dalam organisasi kurikulum adalah suatu bentuk penyusunan bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Hal ini berkaitan erat dengan tujuan pendidikan, isi pelajaran, dan strategi pembelajarannya. Dalam kaitannya dengan struktur horizontal ini terdapat tiga macam bentuk penyusunan kurikulum.
a.      Separate-Subject Curriculum
Kurikulum ini menekankan penyajian bahan pelajaran dalam bentuk bidang studi atau mata pelajaran. Masing-masing mata pelajaran ditetapkan berdasarkan disiplin keilmuan. Isinya ialah pengetahuan yang telah tersusun secara logis dan sistematis dari masing-masing bidang keilmuan. Antarmata merupakan unsur yang terpisah-pisah.
Tak ada pengaitan antarsatu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain. Penetapan materi pelajaran Bahasa Indonesia, misalnya, dilakukan untuk mencapai empat keterampilan berbahasa saja (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis). Mengenai apa yang disimak, yang dibicarakan, yang dibaca, dan yang ditulis bebas saja, bisa mengenai energi, masyarakat, dll., tanpa dikaitkan dengan isi mata pelajaran lain, yang terkait sekalipun (fisika dan sosiologi). Yang penting, apa yang tersajikan dalam mata pelajaran itu sistematis secara internal mata pelajaran itu sendiri.
Pengorganisasian separate-subject curriculum benar-benar disusun dengan berorientasi pada mata pelajaran (subject centered). Pengorganisasian kurikulum ini dilatarbelakangi oleh pandangan ilmu jiwa asosiasi,yang mengharap-kan terbangunnya kepribadian yang utuh berdasarkan potonganpotongan pengetahuan. Kurikulum bentuk terpisah ini sangat menekankan pada pembentukan intelektual dan kurang mengutamakan pembentukan kepribadian anak secara keseluruhan. biasanya dilakukan tim pengembang yang telah ditunjuk di tingkat nasional.
b.      Correlated-Subject Curriculum
Correlated subject curriculum dikembangkan dengan semangat menata/mengelola keterhubungan antarberbagai mata pelajaran. Hal ini dilatarbelakangi oleh kenyataan kehidupan bahwa tak ada satu fenomena pun yang terlepas dari fenomena lainnya. Tidak mungkin kita membicarakan suatu mata pelajaran tanpa menyinggung sama sekali mata pelajaran yang lain. Untuk itulah diperlukan kurikulum yang dapat memberikan pengalaman belajar yang dapat menghubungkan satu pelajaran dengan pelajaran lain. Kurikulum ini diharapkan dapat membangun keterpaduan pengetahuan dan pengalaman belajar yang diperolehnya.
Dalam mata pelajaran fisika, misalnya, terdapat bahasan mengenai listrik. Persoalan listrik tentu terkait dengan lingkungan alam, ekonomi, dan juga sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu pula, ketika berbicara tentang listrik dalam pelajaran Fisika, dapat pula dikaitkan dengan listrik sebagai sesuatu yang bernilai materi dalam pelajaran Ekonomi, dan listrik sebagai sumber energi yang dapat mempermudah kehidupan manusia dalam mata pelajaran Sosiologi. Namun demikian, pengaitan antarmata pelajaran itu tidak menghilangkan eksistensi dari masing-masing mata pelajaran yang dihubungkan.
c.       Integrated Curriculum
Ciri pokok dari integrated curriculum ini adalah tiadanya batas atau sekat antarmata pelajaran. Semua mata pelajaran dilebur menjadi satu dalam bentuk unit. Oleh karena itu, kurikulum ini disebut juga sebagai kurikulum unit. Kalau dalam correlated subject curriculum masing-masing mata pelajaran masih menampakkan eksistensinya, maka dalam integrated curriculum ciri-ciri setiap mata pelajaran hilang sama sekali. Namun, jangan disalahpahami, Integrated curriculum tidak sekedar berupa keterpaduan bentuk yang melebur berbagai mata pelajaran, melainkan juga aspek tujuan yang akan dicapai dalam belajar.
Melalui keterpaduan diharapkan dapat terbentuk pula keutuhan kepribadian anak didik yang sesuai dengan lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, apa yang diajarkan di sekolah harus benar-benar disesuaikan dengan situasi, masalah, dan kebutuhan kehidupan di masyarakat.
Sebagai ilustrasi, kita bisa mengangkat persoalan listrik dalam masyarakat. Persoalan listrik ini selanjutnya dibahas/dikupas dari berbagai perspektif secara komprehensif: dari segi lingkungan alam, ekonomi, sosial, mekanika, dan sebagainya. Di sini mata pelajaran dilebur menjadi satu kesatuan unit bahasan yang tidak terpisah-pisah sebagaimana halnya dalam separated subject curriculum maupun corelated subject curriculum. Yang ada hanya perspektif dari ilmu alam, ekonomi, dan sosial, dan sebagainya.
2.      Struktur Vertikal
Keberadaan mata pelajaran dalam pelaksanaan pendidikan tidak sematamata menyangkut bahan atau isi materi saja. Ada pula persoalan lain seperti penjenjangan (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA atau SMK/MAK), dan pengkelasan pada setiap jenjang. Struktur vertikal berhubungan dengan masalah sistem pelaksanaan kurikulum sekolah.
a.       Sistem Kelas
Pada sistem ini, penerapan kurikulum dilaksanakan melalui kelas-kelas (tingkat-tingkat) tertentu Di SD misalnya, terdapat kelas 1 sampai dengan 6; di SMP/MTs terdapat kelas 1-3 atau 7-9; dan di SMA/MA atau SMK/MAK terdapat kelas 1-3 atau kelas 10-12. Kurikulum setiap jenjang telah mencantumkan bahan apa saja yang harus disampaikan, seberapa luas dan dalam bahan tersebut, serta bagaimana urutan sajiannya pada tiap-tiap kelas. Cakupan (keluasan dan kedalaman) bahan/materi pelajaran dipikirkan sedemikian rupa sehingga dapat secara tuntas disajikan pada kelas tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula. Urutan bahan pun disusun secermat mungkin berdasarkan pertimbangan logis dan psikologis.
Jadi, bahan atau materi pelajaran yang diperuntukkan pada setiap tingkat kelas berbeda-beda. Penentuan cakupan, urutan, alokasi waktu pelajaran, dankesesuaiannya dengan tingkat kematangan psikologis anak didik pada setiap kelas dilakukan dengan perhitungan dan pertimbangan yang cermat dan tepat.
b.      Sistem Tanpa Kelas
Pelaksanaan kurikulum dalam “sistem tanpa kelas” tidak mengenal adanya tingkat kelas-kelas tertentu. Setiap siswa diberi kebebasan untuk berpindah program setiap waktu tanpa harus menunggu kawan-kawannya. Hal ini terjadi bila seorang siswa telah merasa mampu dan siap diuji tentang penguasaan materi yang harus diselesaikannya dalam setiap program. Misalnya untuk sampai pada suatu keahlian ukir, anak tidak dihadapkan pada batasan satuan waktu tertentu, melainkan dihadapkan pada penguasaan materi. Di sini anak disodori unit-unit program yang harus diselesaikan. Siapa yang telah menguasai materi suatu unit program, maka ia bisa mengambil unit program lainnya tanpa harus menunggu temannya. Demikian seterusnya, sampai pada akhirnya ia menuntaskan keseluruhan program dan menguasai bidang keahlian ukir.
c.       Kombinasi antara Sistem Kelas dan Tanpa Kelas
Memperhatikan kelebihan dari sistem kelas dan sistem tanpa kelas, sebetulnya keduanya dapat dikombinasikan. Dengan sistem kombinasi ini, anak yang memilki tingkat kepandaian tertentu (tinggi) diberi kesempatan untuk terus maju, tidak harus terus bersama teman-temannya. Namun, tidak berarti pula ia meninggalkan kelasnya sama sekali. Sistem pendidikan seperti ini dapat disebut sebagai sistem pengajaran modul. Dalam sistem modul, di samping disediakan bahan pelajaran yang sama untuk seluruh kelas, juga disediakan kebebasan kepada siswa yang mampu untuk mengambil bahan/materi pelajaran berikutnya atau program pengayaan. Dengan sistem modul, anak yang memang mampu mempunyai kemungkinan untuk dapat lebih dahulu menamatkan sekolah dibandingkan temantemannya.

F.      Komponen Kurikulum
Kurikulum merupakan satuan sistem yang saling terhubung satu sama lain. Dalam sistem tersebut terdapat berbagai aspek-aspek atau komponen-komponen yang penting untuk dikaji dan dikembangkan dalam proses pengembangan kurikulum yang merupakan pedoman proses pembelajaran. Untuk memperoleh gambaran lebih rinci mengenai kompenen-komponen kurikulum, maka di bawah ini akan dibahas mengenai komponen-komponen kurikulum.
1.    Komponen Tujuan
Secara umum, pendidikan bertujuan agar peserta didik dapat mencapai kedewasaan. Dalam arti, menjadi manusia yang mandiri yaitu dapat hidup sendiri, mengambil keputusan sendiri tanpa menggantungkan pada orang  lain, bertanggung jawab, memahami norma-norma  dan moral dalam kehidupan, serta memiliki kesanggupan untuk mengimplementasikan norma dan moral tersebut dalam hidup dan kehidupannya, yang diwujudkan dalam kehidupan bersama. Ivor K. Davies (Hernawan dkk. 2007) mengemukakan bahwa tujuan dalam suatu kurikulum akan menggambarkan kualitas manusisa yang diharapkan terbina dari suatu proses pendidikan. Dengan demikian, suatu tujuan memberikan petunjuk mengenai arah perubahan yang dicita-citakan dari suatu kurikulum yang sifatnya harus merupakan sesuatu yang final.
Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula terhadap pemilihan bahan ajar, strategi, media pembelajaran, dan evaluasi. Bahkan, dalam pemilihan berbagai model pengembangan kurikulum, tujuan ini dianggap sebagai dasar, arah, dan patokan dalam menentukan komponen-komponen yang lainnya.
Pratt (Hernawan dkk. 2007) mengemukakan tujuh kriteria yang harus dipenuhi dalam merumuskan kurikulum adalah sebagai berikut :
1.    Tujuan kurikulum harus menunjukkan hasil belajar yang spesifik dan dapat diamati.
2.    Tujuan harus konsisten dengan tujuan kurikulum, artinya, tujuan-tujuan khusus itu dapat mewujudkan dan sejalan dengan tujuan yang lebih umum.
3.    Tujuan harus ditulis dengan tepat, bahasanya jelas sehingga dapat memberi gambaran yang jelas bagi para pelaksana kurikulum.
4.    Tujuan harus memperhatiakn kelayakan, artinya bahwa tujuan itu bukanlah suatu standar mutlak melainkan harus dapat disesuaikan dengan situasi.
5.    Tujuan harus fungsional, artinya tujuan itu dapat menunjukkan nilai guna bagi para peserta didik dan masyarakat.
6.    Tujuan harus signifikan dalam arti bahwa tujuan itu dipilih berdasarkan nilai yang diakui kepentingannya.
7.    Tujuan harus tepat dan serasi, terutama harus dilihat dari kepentingan dan kemampuan peserta didik termasuk latar belakang, minat, dan tingkat perkembangannya.
2.    Komponen Isi/Materi
Komponen kedua setelah tujuan adalah komponen materi. Kajian terhadap isi kurikulum menempati posisi yang penting dan turut menentukan kualitas suatu kurikulum lembaga pendidikan. Oleh karena itu, isi kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar dapat tercapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Isi kurikulum harus memuat berbagai hal yang perlu diberikan kepada siswa. sebenarnya sangat banyak hal yang perlu diberikan kepada siswa, namun tidak mungkin semuanya tidak mungkin dijadikan sebagai isi kurikulum. Oleh karena itu, perlu diadakan pilihan-pilihan. Untuk menentukan isi/bahan mana yang penting dijadikan isi kurikulum tersebut diperlukan berbagai kriteria. Adapun beberapa kriteria dalam melakukan pemilihan isi/materi kurikulum, yaitu sebagai berikut :
1.    Isi kurikulum harus valid (sahih) dan memiliki tingkat kebermaknaan yang tinggi (significance)
2.    Kedalaman dan keluasan isi kurikulum harus seimbang
3.    Isi kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa
4.    Isi kurikulum harus menjangkau tujuan yang luas, meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
5.    Isi kurikulum harus dapat dipelajari dan disesuaikan dengan pengalaman siswa
6.    Bahan yang terdapat dalam isi kurikulum harus mampu dipelajari oleh siswa.
Dalam mengkaji isi atau materi kurikulum, terdapat hal yang dinamakan scope dan sequence. Scope atau ruang lingkup isi kurikulum dimaksudkan untuk menyatakan keluasan dan kedalaman bahan, sedangkan sequence menyangkut urutan (order) isi kurikulum. Pengurutan bahan kurikulum tersebut dapat dilakukan dengan cara :
1.    Urutan kronologis, susunan materi pembelajaran yang mengandung urutan waktu
2.    Urutan kausal, susunan materi pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-akibat.
3.    Urutan struktural, susunan materi pembelajaran yang mengandung struktur materi.
4.    Urutan logis dan psikologis, sekuensi logis merupakan susunan materi pembelajaran dimulai dari bagian menuju pada  keseluruhan, dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks. Sedangkan sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan menuju bagian-bagian, dan dari yang kompleks menuju yang sederhana
5.    Urutan spiral, susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan tertentu yang populer dan sederhana, kemudian dikembangkan, diperdalam dan diperluas dengan bahan yang lebih kompleks.
6.    Urutan rangkaian ke belakang, dalam urutan ini mengajar dimulai dengan langkah akhir dan mundur kebelakang.
7.    Urutan berdasarkan hierarki belajar, prosedur pembelajaran dimulai menganalisis tujuan-tujuan atau kompetensi yang ingin dicapai, kemudian dicari suatu hierarki urutan materi pembelajaran untuk mencapai tujuan atau kompetensi tersebut.
3.    Komponen Strategi Pembelajaran
Kurikulum memuat tentang metode atau sekarang lebih dikenal dengan istilah strategi, yang merupakan cara untuk mencapai tujuan atau kompetensi yang telah ditetapkan. Komponen strategi merupakan komponen yang cukup penting karena metode dan strategi yang digunakan dalam kurikulum tersebut menentukan apakah materi yang diberikan atau tujuan yang diharapkan dapat tercapai atau tidak. Sebagus apapun tujuan atau materi yang dibuat dalam kurikulum, tapi apabila metode atau strategi yang digunakan tidak tepat, maka tujuan dari kurikulum tersebut tidak akan mudah dicapai atau bahkan tidak tercapai sama sekali. Untuk itu pemilihan atau pembuatan metode atau strategi dalam menjalankan kurikulum yang tela dibuat haruslah sesuai dengan materi yang akan diberikan dan tujuan yang ingin dicapai.
4.    Komponen Evaluasi
Komponen evaluasi merupakan bagian dari pembetuk kurikulum yang berperan sebagai cara untuk mengukur atau melihat apakah tujuan yang telah dibuat itu tercapai atau tidak, selain itu dengan melakukan evaluasi, kita dapat mengetahui apabila ada kesalahan pada materi yang diberikan atau metode yang digunakan dalam menjalankan kurikulum yang telah dibuat dengan melihat hasil dari evaluasi tersebut. Dengan begitu, kita juga dapat segera memperbaiki kesalahan yang ada atau mempertahankan bahkan meningkatkan hal-hal yang sudah baik atau berhasil.

G.    Prinsip-Prinsip Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum, seorang pengembang kurikulum biasanya menggunakan beberapa prinsip yang dipegangnya sebagai acuan agar kurikulum yang dihasilkan dapat memenuhi pelaku pendidikan.beberapa prinsip umum yang digunakan dalam pengembangan kurikulum akan dibahas di bawah ini.
1.    Prinsip Berorientasi pada Tujuan
Sebagai suatu sistem, kurikulum memiliki komponen-komponen di dalamnya seperti tujuan, materi, strategi dan evaluasi. Komponen tujuan merupakan fokus bagi komponen lainnya. Ini menandakan pengembangan kurikulum harus berorientasi pada tujuan. Maka dari itu, tujuan kurikulum harus jelas, artinya tujuan kurikulum dapat dipahami oleh para pelaksana kurikulum agar tujuan utama dapat dijabarkan menjadi tujuan-tujuan lainnya yang lebih spesifik dan operasional. Tujuan kurikulum juga harus tepat sasaran, artinya tujuan kurikulum dapat menjangkau aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa.

2.    Prinsip Kontinuitas
Prinsip kontinuitas dimaksudkan bahwa perlu ada kesinambungan, khususnya kesinambungan bahan/materi kurikulum pada jenis dan jenjang program pendidikan. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
3.    Prinsip Fleksibilitas
Fleksibilitas sebagai salah satu prinsip pengembangan kurikulum dimaksudkan adanya ruang gerak yang memebrikan sedikit kelonggaran dalam mengambil keputusan tentang kegiatan yang akan dilakukan oleh para pelaksana kurikulum. Para pengembang kurikulum perlu memperhatikan bahwa implementasi kurikulum terkait dengan keragaman kemampuan tiap sekolah menyediakan fasilitas dan tenaga pengajar serta lingkungan dimana sekolah itu berada. Oleh karena itu, diperlukan prinsip fleksibilitas dalam pengembangan kurikulum. Prinsip fleksibilitas juga terkait dengan memberikan kebebasan kepada siswa dalam memilih program studi yang diinginkannya. Selain itu, fleksibilitas juga perlu diberikan kepada guru, khususnya dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan pembelajaran, asalkan tidak menyimpang jauh dari apa yang digariskan.
4.    Prinsip Integritas
Integritas yang dimaksud dalam hal ini adalah kerpaduan, artinya pengembangan pengembangan kurikulum harus dilakukan dengan menggunakan prinsip keterpaduan. Prinsip ini menekankan bahwa kurikulum harus dirancang untuk mampu membentuk manusia yang utuh, pribadi yang intergrated. Hal ini mempunyai arti bahwa manusia tersebut berkemampuan selaras dengan lingkungan sekitarnya serta mampu menjawab berbagai persoalan yang dihadapi dalam kehidupannya. Untuk itu, kurikulum harus dapat mengembangkan berbagai keterampilan hidup (life skills).


DAFTAR PUSTAKA

Hermawan, Asep Herry, Susilana, Rudi., Julaeha, Siti., Sanjaya, Wina. 2007. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka

Kurniasih, Imas dan Sani, Berlin. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 : Konsep dan Penerapan. Surabaya : Kata Pena.

(diakses tanggal 15 September 2015 pukul 22.35 WITA)

(diakses tanggal 15 September 2015 pukul 23.35 WITA)

http://zainalarifin1961.blogspot.co.id/2014/04/dimensi-dimensi-kurikulum.html (diakses tanggal 15 September 2015 pukul 22.50 WITA)

          (diakses tanggal 16 September 2015 pukul 13.10 WITA)

https://neozonk.wordpress.com/2010/10/27/pengertian-dan-dimensi-kurikulum/  (diakses tanggal 16 September 2015 pukul 13.10 WITA)

          (diakses tanggal 20 September 2015 pukul 21.10 WITA)