KONSEP
DASAR KURIKULUM
SUKAWATI
15B02047
PENDIDIKAN ILMU
SOSIAL (IPS-EKONOMI)
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
NEGERI MAKASSAR
2015
URAIAN MATERI
I.
Konsep Dasar Kurikulum
A.
Arti Pentingnya Kurikulum
Dalam dunia pendidikan, terutama pada pendidikan
formal yakni pendidikan yang terjadi di lingkungan sekolah sering kita
mendengar kata kurikulum. Seperti yang kita ketahui bersama, kurikulum
merupakan pedoman pelaksanaan pembelajaran. Kurikulum memiliki posisi yang
sangat penting dalam keseluruhan proses pendidikan bahkan kurikulum merupakan
syarat mutlak dan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan itu sendiri.
Mengingat pentingnya kurikulum itu sendiri, maka di bawah ini akan dibahas
lebih lanjut mengenai konsep kurikulum.
1.
Pengertian Kurikulum dan Dimensi Kurikulum
a.
Pengertian Kurikulum
Secara etimologis, kata kurikulum berasal dari
bahasa Latin yaitu curir berarti
pelari, dan curere yang berarti
tempat berlari. Hal ini menandakan bahwa kurikulum merupakan suatu jarak yang
harus ditempuh oleh pelari mulai dari garis awal sampai dengan garis akhir (finish).
Menurut Kurinasih dan Sani (2014:6) dalam bukunya Implementasi Kurikulum 2013, kurikulum
adalah “suatu perangkat yang dijadikan acuan dalam mengembangkan suatu proses
pembelajaran yang berisi kegiatan-kegiatan siswa yang akan dapat diusahakan
untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran khususnya dan tujuan pendidikan secara
umum”. Dalam buku tersebut, terdapat pula pengertian kurikulum menurut Hilda
Taba (1962) yakni “kurikulum adalah rencana pembelajaran”.
Menurut Hernawan dkk (2007:1.3) kurikulum adalah “sejumlah
mata pelajaran (subject) yang harus
ditempuh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk
memperoleh ijazah”. Dari rumusan pengertian tersebut terkandung dua hal pokok
yaitu adanya mata pelajaran yang harus ditempuh seorang siswa dan tujuan
utamanya yaitu memperoleh ijazah.
Kurikulum tidak terbatas hanya pada sejumlah mata
pelajaran saja, tetapi juga mencakup semua pengalaman belajar siswa yang
dialaminya dan mempengaruhi pribadinya. Harold B Albety (1965) memandang
kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah tanggung
jawab sekolah. Kurikulum tidak hanya terbatas pada kegiatan di dalam kelas
saja, tetapi juga semua kegiatan siswa diluar kelas. Pendapat yang senada juga
diungkapkan oleh Sylor, Alexander, dan Lewis (1974) yang menganggap kurikulum
sebagai segala upaya untuk mempengaruhi siswa agar belajar, baik di dalam kelas,
halaman sekolah, maupun di luar sekolah.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pengertian kurikulum adalah suatu acuan selama proses
pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa untuk mencapai tujuan yang
diharapkan, seperti ijazah dan tujuan khusus lainnya, baik di dalam kelas
maupun di luar kelas.
b.
Dimensi Kurikulum
Kurikulum bukanlah
merupakan suatu istilah tunggal, namun istilah kurikulum menunjukkan berbagai
dimensi pengertian. William
H.Schubert (1986), merinci pengertian kurikulum dalam berbagai dimensi, yaitu
“kurikulum sebagai content (materi),
kurikulum sebagai program of planned activities (rencana kegiatan program), kurikulum
sebagai intended learning outcomes (hasil pembelajaran yang diharapkan), kurikulum sebagai cultural
reproduction (pembentukan budaya),
kurikulum sebagai experience (pengalaman),
kurikulum sebagai discrete tasks and concepts (konsep tugas yang memiliki cirri-ciri
tersendiri), kurikulum sebagai agenda
for social reconstruction (agenda
untuk rekonstruksi sosial), dan kurikulum sebagai currere (kurir)”. Menurut Hamid Hasan dalam Hernawan dkk. (2007:1.4) ada empat dimensi kurikulum yang saling
berhubungan, yaitu “kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi, kurikulum
sebagai suatu rencana tertulis, kurikulum sebagai suatu kegiatan (proses), dan
kurikulum sebagai suatu hasil belajar”. Selanjutnya, Nana Syaodih Sukmadinata
(2005) meninjau kurikulum dari tiga dimensi, yaitu “kurikulum sebagai ilmu,
kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum sebagai rencana”. Dari beberapa pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa paling tidak ada enam dimensi kurikulum, yaitu :
1) Kurikulum sebagai suatu ide
Ide atau
gagasan tentang kurikulum hanya ada dalam pemikiran seseorang yang terlibat
dalam proses pendidikan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2) Kurikulum sebagai suatu rencana
tertulis
Dimensi
kurikulum sebagai rencana biasanya tertuang dalam suatu dokumen tertulis. Dimensi
ini menjadi banyak perhatian orang, karena wujudnya dapat dilihat, mudah dibaca
dan dianalisi.
3) Kurikulum sebagai suatu kegiatan
Kurikulum
dalam dimensi ini merupakan kurikulum yang sesungguhnya terjadi di
lapangan (real curriculum). Peserta didik mungkin saja memikirkan
kurikulum sebagai ide, tetapi apa yang dialaminya merupakan kurikulum sebagai
kenyataan.
4) Kurikulum sebagai hasil belajar
Hasil belajar adalah kurikulum
tetapi kurikulum bukan hasil belajar. Pernyataan ini perlu dipahami sejak awal,
karena banyak orang tahu bahwa hasil belajar merupakan bagian dari kurikulum,
tetapi kurikulum bukan hanya hasil belajar.
5) Kurikulum sebagai suatu disiplin
ilmu
Sebagai
suatu disiplin ilmu, berarti kurikulum memiliki konsep, prinsip, prosedur,
asumsi, dan teori yang dapat dianalisi dan dipelajari oleh pakar kurikulum,
peneliti kurikulum, guru atau calon guru, kepala sekolah, pengawas atau tenaga
kependidikan lainnya yang ingin mempelajari tentang kurikulum..
6) Kurikulum sebagai suatu sistem
Sistem
kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan, sistem
persekolahan, dan sistem masyarakat. Suatu sitem kurikulum di sekolah merupakan
sistem tentang kurikulum apa yang akan disusun dan bagaimana kurikulum itu
dilaksanakan.
2.
Pengertian Kurikulum Dikaitkan dengan Tujuan
Pendidikan
Banyak para ahli
pendidikan yang memiliki pandangan berberda mengenai kurikulum, sehingga dari
banyaknya pendapat sulit untuk mengambil suatu pengetian yang mewakili
pandangan-pandangan tersebut, namun dalam setiap pandangan para ahli,
pengertian kurikulum memiliki orientasi yang sama yaitu untuk mencapai tujuan
pendidikan yang diharapkan. Tujuan pendidikan Indonesia sendiri ditetapkan dalam
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Tujuan Pendidikan Nasiolal Bab II
Pasal 3 yang berbunyi :
Pendidikan
Nasional bertujuan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiridan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk
mencapai tujuan tersebut diperlukan berbagai upaya untuk mewujudkan tujuan
pendidikan yang diharapkan. Pembentukan kurikulum merupakan salah satu upaya
yang dapat dilakukan karena merujuk dari pengertiannya kurikulum itu sendiri
merupakan aspek yang penting dalam proses pendidikan. Kurikulum juga dapat
memberikan peran dan manfaat yang positif bagi pelaku pendidikan. Jadi sudah
barang tentu kurikulum dapat berperan penting dalam mewujudkan tujuan
pendidikan.
3.
Pengertian Kurikulum Dikaitkan dengan Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan
ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap
dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah
proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Untuk kelancaran
proses pembelajaran, hal ini tidak terlepas dari peran penting kurikulum dalam
dunia pendidikan. Proses pembelajaran membutuhkan kurikulum sebagai pedoman
dalam penyusunan rencana pembelajaran. Jika saja kurikulum tidak ada, arah dan
tujuan utama pembelajaran tidak akan pernah tercapai. Akibatnya, tujuan pendidikan
yang dicita-citakan hanya akan menjadi sebuah catatan yang tidak memiliki
realisasi.
B.
Beberapa Tokoh Pembaharuan
Kurikulum
Pembaharuan kurikulum
peting untuk dilakukan, mengingat semakin pesatnya perkembangan zaman membuat
tantangan dan pemenuhan kebutuhan semakin meningkat. Pembaharuan kurikulum itu
sendiri tidak lepas dari peran penting tokoh-tokoh yang memiliki peran penting
dalam pembentukan kurikulum. Indonesia telah beberapa kali melakukan
pembaharuan kurikulum yang tak lepas dari peran tokoh-tokoh penting.
Dalam perjalanan
sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami
perubahan, yaitu 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 2004, 2006 dan 2013. Tahun
1984, kurikulum Indonesia pada saat itu kembali mengalami pembaharuan. Tokoh
penting lahirnya kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala
Pusat Kurikulum Depdiknas Periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta
periode 1984 -1992. Beliau mengusulkan konsep CBSA (cara belajar siswa aktif)
yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah yang diujicobakan.
Tahun 2013 terbentuk
kurikulum yang dinamakan kurikulum 2013. Tokoh yang berperan penting dalam
pembaharuan kurikulum ini adalah mantan Mentri Dinas Pendidikan dan kebudayaan Prof.
Ir.Muhammad Nuh, DEA. Ia mengatakan bahwa kurikulum 2013 lebih ditekankan pada
kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Selain tokoh
pembaharuan kurikulum dalam negeri, dalam dunia pendidikan terdapat pula banyak
ahli dari luar negei yang memberikan sumbangsi pemikirannya terhadap kurikulum
dalam bentuk literatur. Tokoh tersebut seperti John Franklin Bobbit dalam
bukunya In The Curriculum (1918),
Ralph Tyler W. dalam bukunya Basic
Principles of Curriculum and Intruction (1975), Robert Zais S. dalam
bukunya Curriculum, Principles and
Foundations (1976), dan lain sebagainya. Pemikiran-pemikiran meraka masih
digunakan dalam mengkaji mengenai kurikulum sampai sekarang. Ini membuktikan
bahwa perkembangan sebuah kurikulum tidak lepas dari peran seorang tokoh-tokoh
besar.
C.
Beberapa Konsep Kurikulum
Konsep terpenting yang
perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum. Ada
tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan
sebagai bidang studi.
1.
Kurikulum
sebagai Substansi
Suatu kurikulum, dipandang orang
sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau
sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat
menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar,
kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat
digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara
para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan
masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu
sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
2.
Kurikulum
sebagai Suatu Sistem
Yaitu sistem kurikulum. Sistem
kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan
sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan
prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan,
mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah
tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana
memelihara kurikulum agar tetap dinamis
3.
Kurikulum Sebagai Suatu Bidang Studi
Yaitu bidang studi
kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan
dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu
tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum
mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan
dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal barn
yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.
D.
Funsi dan Peranan Kurikulum
1.
Fungsi Kurikulum
Fungsi kurikulum tidak
hanya berfokus pada siswa saja namun, kurikulum juga memiliki fungsi bagi
seluruh pelaku pendidikan yaitu guru, kepala sekolah/pengawas, orang tua siswa
dan masyarakat. Pada dasarnya kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau acuan.
Bagi guru, kurikulum dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran
dengan menyusun berbagai perangkat-perangkat pembelajaran. Bagi kepala
sekolah/pengawas, kurikulum dapat dijadikan pedoman dalam melakukan supervise
atau pengawasan terhadap komponen-komponen dalam proses pendidikan. Bagi orang
tua, kurikulum dapat dijadikan pedoman dalam membimbing siswa belajar dalam
lingkungan keluarganya. Bagi masyarakat, kurikulum dapat dijadikan pedoman
dalam memberikan bantuan untuk mendukung proses pembelajaran.
Berkaitan dengan fungsi
kurikulum bagi siswa, dalam literatur lain, Alexander Inglis dalam Hernawan
dkk. (2006:1.8) mengemukakan fungsi kurikulum sebagai berikut :
1.
Fungsi penyesuaian (the adjustive or adaptive function)
2.
Fungsi intergrasi (the intregrating function)
3.
Fungdi diferensiasi (the differentiating function)
4.
Fungsi persiapan (the propaedeutic function)
5.
Fungsi pemilihan (the selective function)
6.
Fungsi diagnostic (the diagnostic function)
2.
Peranan
Kurikulum
Peranan kurikulum dalam
dunia pendidikan formal di sekolah sangatlah strategis dan menentukan
pencapaian tujuan pendidikan. Kurikulum memiliki kedudukan dan posisi yang
sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan, bahkan kurikulum merupakan
syarat yang tak terpisahkan dalam proses pendidikan itu sendiri. Terdapat tiga
peranan kurikulum yang dinilai penting dalam pencapaian tujuan pendidikan :
a.
Peranan Konservatif
Menekankan bahwa kurikulum
itu dapat dijadikan sebagai sarana untuk mentrasmisikan nilai-nilai warisan
budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada generasi
muda, yang dalam hal ini adalah siswa atau peserta didik.
b.
Peranan Kreatif
Menekankan
bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan
perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang
dan masa mendatang.
c.
Peranan Kritis dan Evaluatif
Peranan ini
dilatarbelakangi oleh adanya budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa
mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu kepada
siswa perlu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang.
Menekankan kurikulum harus turut aktif berfatisipasi dalam kontrol atau filter
sosial.
E.
Macam-macam Organisasi (Pola
Kurikulum)
Organisasi
kurikulum adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka umum
program-program pengajaran yang akan disampaikan kepada murid (Nurgiyantoro,
1988:111). Menurut Nasution (1982:135), organisasi kurikulum adalah pola atau
bentuk bahan pelajaran yang disusun dan disampaikan kepada murid-murid.
Struktur program dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu struktur horizontal
dan struktur vertikal. Struktur horizontal berkaitan dengan bagaimana bahan/mata
pelajaran diorganisasikan/disusun dalam pola-pola tertentu. Adapun struktur
vertikal berkaitan dengan sistem pelaksanaan kurikulum di sekolah
Melalui
organisasi kurikulum ini, guru dan pengelola pendidikan akan memiliki gambaran
yang jelas tentang tujuan program pendidikan, bahan ajar, tata urut dan cakupan
materi, penyajian materi, serta peran guru dan murid dalam rangkaian
pembelajaran. Cara pengembang kurikulum mengorganisasikan kurikulum akan
berkaitan pula dengan bentuk atau model kurikulum yang dianutnya.
1. Struktur
Horizontal
Struktur
horizontal dalam organisasi kurikulum adalah suatu bentuk penyusunan bahan
pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Hal ini berkaitan erat dengan
tujuan pendidikan, isi pelajaran, dan strategi pembelajarannya. Dalam kaitannya
dengan struktur horizontal ini terdapat tiga macam bentuk penyusunan kurikulum.
a.
Separate-Subject
Curriculum
Kurikulum
ini menekankan penyajian bahan pelajaran dalam bentuk bidang studi atau mata
pelajaran. Masing-masing mata pelajaran ditetapkan berdasarkan disiplin
keilmuan. Isinya ialah pengetahuan yang telah tersusun secara logis dan
sistematis dari masing-masing bidang keilmuan. Antarmata merupakan unsur yang
terpisah-pisah.
Tak ada
pengaitan antarsatu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain. Penetapan materi
pelajaran Bahasa Indonesia, misalnya, dilakukan untuk mencapai empat
keterampilan berbahasa saja (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis).
Mengenai apa yang disimak, yang dibicarakan, yang dibaca, dan yang ditulis
bebas saja, bisa mengenai energi, masyarakat, dll., tanpa dikaitkan dengan isi
mata pelajaran lain, yang terkait sekalipun (fisika dan sosiologi). Yang
penting, apa yang tersajikan dalam mata pelajaran itu sistematis secara
internal mata pelajaran itu sendiri.
Pengorganisasian
separate-subject curriculum benar-benar disusun dengan berorientasi pada
mata pelajaran (subject centered). Pengorganisasian kurikulum ini
dilatarbelakangi oleh pandangan ilmu jiwa asosiasi,yang mengharap-kan
terbangunnya kepribadian yang utuh berdasarkan potonganpotongan pengetahuan.
Kurikulum bentuk terpisah ini sangat menekankan pada pembentukan intelektual
dan kurang mengutamakan pembentukan kepribadian anak secara keseluruhan.
biasanya dilakukan tim pengembang yang telah ditunjuk di tingkat nasional.
b.
Correlated-Subject Curriculum
Correlated
subject curriculum dikembangkan dengan semangat menata/mengelola
keterhubungan antarberbagai mata pelajaran. Hal ini dilatarbelakangi oleh kenyataan
kehidupan bahwa tak ada satu fenomena pun yang terlepas dari fenomena lainnya.
Tidak mungkin kita membicarakan suatu mata pelajaran tanpa menyinggung sama sekali
mata pelajaran yang lain. Untuk itulah diperlukan kurikulum yang dapat
memberikan pengalaman belajar yang dapat menghubungkan satu pelajaran dengan
pelajaran lain. Kurikulum ini diharapkan dapat membangun keterpaduan pengetahuan
dan pengalaman belajar yang diperolehnya.
Dalam mata
pelajaran fisika, misalnya, terdapat bahasan mengenai listrik. Persoalan
listrik tentu terkait dengan lingkungan alam, ekonomi, dan juga sosial kemasyarakatan.
Oleh karena itu pula, ketika berbicara tentang listrik dalam pelajaran
Fisika, dapat pula dikaitkan dengan listrik sebagai sesuatu yang bernilai materi
dalam pelajaran Ekonomi, dan listrik sebagai sumber energi yang dapat mempermudah
kehidupan manusia dalam mata pelajaran Sosiologi. Namun demikian, pengaitan
antarmata pelajaran itu tidak menghilangkan eksistensi dari masing-masing mata
pelajaran yang dihubungkan.
c.
Integrated Curriculum
Ciri pokok
dari integrated curriculum ini adalah tiadanya batas atau sekat antarmata
pelajaran. Semua mata pelajaran dilebur menjadi satu dalam bentuk unit. Oleh
karena itu, kurikulum ini disebut juga sebagai kurikulum unit. Kalau dalam correlated
subject curriculum masing-masing mata pelajaran masih menampakkan eksistensinya,
maka dalam integrated curriculum ciri-ciri setiap mata pelajaran hilang
sama sekali. Namun, jangan disalahpahami, Integrated curriculum tidak sekedar
berupa keterpaduan bentuk yang melebur berbagai mata pelajaran, melainkan juga
aspek tujuan yang akan dicapai dalam belajar.
Melalui
keterpaduan diharapkan dapat terbentuk pula keutuhan kepribadian anak didik
yang sesuai dengan lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, apa yang
diajarkan di sekolah harus benar-benar disesuaikan dengan situasi, masalah, dan
kebutuhan kehidupan di masyarakat.
Sebagai
ilustrasi, kita bisa mengangkat persoalan listrik dalam masyarakat. Persoalan
listrik ini selanjutnya dibahas/dikupas dari berbagai perspektif secara
komprehensif: dari segi lingkungan alam, ekonomi, sosial, mekanika, dan
sebagainya. Di sini mata pelajaran dilebur menjadi satu kesatuan unit bahasan
yang tidak terpisah-pisah sebagaimana halnya dalam separated subject
curriculum maupun corelated subject curriculum. Yang ada
hanya perspektif dari ilmu alam, ekonomi, dan sosial, dan sebagainya.
2. Struktur
Vertikal
Keberadaan mata pelajaran dalam pelaksanaan
pendidikan tidak sematamata menyangkut bahan atau isi materi saja. Ada pula
persoalan lain seperti penjenjangan (SD/MI, SMP/MTs,
SMA/MA atau SMK/MAK), dan pengkelasan pada setiap jenjang. Struktur vertikal
berhubungan dengan masalah sistem pelaksanaan kurikulum sekolah.
a.
Sistem Kelas
Pada sistem
ini, penerapan kurikulum dilaksanakan melalui kelas-kelas (tingkat-tingkat) tertentu Di SD misalnya, terdapat kelas 1 sampai
dengan 6; di SMP/MTs terdapat kelas
1-3 atau 7-9; dan di SMA/MA atau SMK/MAK terdapat kelas 1-3 atau kelas 10-12. Kurikulum setiap jenjang telah
mencantumkan bahan apa saja yang
harus disampaikan, seberapa luas dan dalam bahan tersebut, serta bagaimana urutan sajiannya pada tiap-tiap kelas.
Cakupan (keluasan dan kedalaman) bahan/materi
pelajaran dipikirkan sedemikian rupa sehingga dapat secara tuntas disajikan pada kelas tertentu dan
dalam jangka waktu tertentu pula. Urutan bahan pun disusun secermat mungkin berdasarkan pertimbangan logis dan
psikologis.
Jadi, bahan
atau materi pelajaran yang diperuntukkan pada setiap tingkat kelas berbeda-beda. Penentuan cakupan,
urutan, alokasi waktu pelajaran, dankesesuaiannya dengan tingkat kematangan
psikologis anak didik pada setiap kelas dilakukan
dengan perhitungan dan pertimbangan yang cermat dan tepat.
b.
Sistem Tanpa Kelas
Pelaksanaan kurikulum dalam “sistem
tanpa kelas” tidak mengenal adanya
tingkat kelas-kelas tertentu. Setiap siswa diberi kebebasan untuk berpindah program setiap waktu tanpa harus
menunggu kawan-kawannya. Hal ini terjadi bila seorang siswa telah merasa mampu dan siap diuji tentang penguasaan
materi yang harus diselesaikannya
dalam setiap program. Misalnya untuk
sampai pada suatu keahlian ukir, anak tidak dihadapkan pada batasan satuan waktu tertentu, melainkan dihadapkan pada
penguasaan materi. Di sini anak disodori
unit-unit program yang harus diselesaikan. Siapa yang telah menguasai materi suatu unit program, maka ia bisa mengambil unit
program lainnya tanpa harus menunggu
temannya. Demikian seterusnya, sampai pada akhirnya ia menuntaskan keseluruhan program dan menguasai bidang keahlian
ukir.
c.
Kombinasi antara Sistem Kelas dan Tanpa
Kelas
Memperhatikan
kelebihan dari sistem kelas dan sistem tanpa kelas, sebetulnya keduanya dapat dikombinasikan. Dengan sistem
kombinasi ini, anak yang memilki
tingkat kepandaian tertentu (tinggi) diberi kesempatan untuk terus maju, tidak harus terus bersama
teman-temannya. Namun, tidak berarti pula ia meninggalkan kelasnya sama sekali. Sistem pendidikan seperti ini
dapat disebut sebagai sistem
pengajaran modul. Dalam sistem modul, di samping disediakan bahan pelajaran yang sama untuk seluruh
kelas, juga disediakan kebebasan kepada siswa yang mampu untuk mengambil bahan/materi pelajaran berikutnya atau
program pengayaan. Dengan sistem
modul, anak yang memang mampu mempunyai kemungkinan
untuk dapat lebih dahulu menamatkan sekolah dibandingkan temantemannya.
F.
Komponen Kurikulum
Kurikulum merupakan
satuan sistem yang saling terhubung satu sama lain. Dalam sistem tersebut
terdapat berbagai aspek-aspek atau komponen-komponen yang penting untuk dikaji
dan dikembangkan dalam proses pengembangan kurikulum yang merupakan pedoman
proses pembelajaran. Untuk memperoleh gambaran lebih rinci mengenai kompenen-komponen
kurikulum, maka di bawah ini akan dibahas mengenai komponen-komponen kurikulum.
1.
Komponen Tujuan
Secara umum, pendidikan bertujuan agar
peserta didik dapat mencapai kedewasaan. Dalam arti, menjadi manusia yang
mandiri yaitu dapat hidup sendiri, mengambil keputusan sendiri tanpa
menggantungkan pada orang lain, bertanggung jawab, memahami
norma-norma dan moral dalam kehidupan, serta
memiliki kesanggupan untuk mengimplementasikan norma dan moral tersebut dalam
hidup dan kehidupannya, yang diwujudkan dalam kehidupan bersama. Ivor K. Davies
(Hernawan dkk. 2007) mengemukakan bahwa tujuan dalam suatu kurikulum akan
menggambarkan kualitas manusisa yang diharapkan terbina dari suatu proses
pendidikan. Dengan demikian, suatu tujuan memberikan petunjuk mengenai arah
perubahan yang dicita-citakan dari suatu kurikulum yang sifatnya harus
merupakan sesuatu yang final.
Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk
yang jelas pula terhadap pemilihan bahan ajar, strategi, media pembelajaran,
dan evaluasi. Bahkan, dalam pemilihan berbagai model pengembangan kurikulum,
tujuan ini dianggap sebagai dasar, arah, dan patokan dalam menentukan
komponen-komponen yang lainnya.
Pratt (Hernawan dkk. 2007) mengemukakan
tujuh kriteria yang harus dipenuhi dalam merumuskan kurikulum adalah sebagai
berikut :
1.
Tujuan
kurikulum harus menunjukkan hasil belajar yang spesifik dan dapat diamati.
2.
Tujuan
harus konsisten dengan tujuan kurikulum, artinya, tujuan-tujuan khusus itu
dapat mewujudkan dan sejalan dengan tujuan yang lebih umum.
3.
Tujuan
harus ditulis dengan tepat, bahasanya jelas sehingga dapat memberi gambaran
yang jelas bagi para pelaksana kurikulum.
4.
Tujuan
harus memperhatiakn kelayakan, artinya bahwa tujuan itu bukanlah suatu standar
mutlak melainkan harus dapat disesuaikan dengan situasi.
5.
Tujuan
harus fungsional, artinya tujuan itu dapat menunjukkan nilai guna bagi para peserta
didik dan masyarakat.
6.
Tujuan
harus signifikan dalam arti bahwa tujuan itu dipilih berdasarkan nilai yang
diakui kepentingannya.
7.
Tujuan
harus tepat dan serasi, terutama harus dilihat dari kepentingan dan kemampuan
peserta didik termasuk latar belakang, minat, dan tingkat perkembangannya.
2. Komponen
Isi/Materi
Komponen kedua setelah tujuan adalah
komponen materi. Kajian terhadap isi kurikulum menempati posisi yang penting
dan turut menentukan kualitas suatu kurikulum lembaga pendidikan. Oleh karena
itu, isi kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar dapat tercapai tujuan
pendidikan yang diharapkan. Isi kurikulum harus memuat berbagai hal yang perlu
diberikan kepada siswa. sebenarnya sangat banyak hal yang perlu diberikan
kepada siswa, namun tidak mungkin semuanya tidak mungkin dijadikan sebagai isi
kurikulum. Oleh karena itu, perlu diadakan pilihan-pilihan. Untuk menentukan
isi/bahan mana yang penting dijadikan isi kurikulum tersebut diperlukan
berbagai kriteria. Adapun beberapa kriteria dalam melakukan pemilihan
isi/materi kurikulum, yaitu sebagai berikut :
1.
Isi
kurikulum harus valid (sahih) dan memiliki tingkat kebermaknaan yang tinggi (significance)
2.
Kedalaman
dan keluasan isi kurikulum harus seimbang
3.
Isi
kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa
4.
Isi
kurikulum harus menjangkau tujuan yang luas, meliputi pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.
5.
Isi
kurikulum harus dapat dipelajari dan disesuaikan dengan pengalaman siswa
6.
Bahan
yang terdapat dalam isi kurikulum harus mampu dipelajari oleh siswa.
Dalam mengkaji isi atau materi
kurikulum, terdapat hal yang dinamakan scope
dan sequence. Scope atau ruang lingkup isi kurikulum
dimaksudkan untuk menyatakan keluasan dan kedalaman bahan, sedangkan sequence menyangkut urutan (order) isi
kurikulum. Pengurutan bahan kurikulum tersebut dapat dilakukan dengan cara :
1.
Urutan
kronologis, susunan materi pembelajaran yang mengandung urutan waktu
2.
Urutan
kausal, susunan materi pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-akibat.
3.
Urutan
struktural, susunan materi pembelajaran yang mengandung struktur materi.
4.
Urutan
logis dan psikologis, sekuensi logis merupakan susunan materi pembelajaran
dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan, dari yang sederhana menuju
kepada yang kompleks. Sedangkan sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan
menuju bagian-bagian, dan dari yang kompleks menuju yang sederhana
5.
Urutan
spiral, susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan
tertentu yang populer dan sederhana, kemudian dikembangkan, diperdalam dan
diperluas dengan bahan yang lebih kompleks.
6.
Urutan
rangkaian ke belakang, dalam urutan ini mengajar dimulai dengan langkah akhir
dan mundur kebelakang.
7.
Urutan
berdasarkan hierarki belajar, prosedur pembelajaran dimulai menganalisis
tujuan-tujuan atau kompetensi yang ingin dicapai, kemudian dicari suatu
hierarki urutan materi pembelajaran untuk mencapai tujuan atau kompetensi
tersebut.
3. Komponen
Strategi Pembelajaran
Kurikulum memuat tentang metode atau
sekarang lebih dikenal dengan istilah strategi, yang merupakan cara untuk
mencapai tujuan atau kompetensi yang telah ditetapkan. Komponen strategi
merupakan komponen yang cukup penting karena metode dan strategi yang digunakan
dalam kurikulum tersebut menentukan apakah materi yang diberikan atau tujuan
yang diharapkan dapat tercapai atau tidak. Sebagus apapun tujuan atau materi
yang dibuat dalam kurikulum, tapi apabila metode atau strategi yang digunakan
tidak tepat, maka tujuan dari kurikulum tersebut tidak akan mudah dicapai atau
bahkan tidak tercapai sama sekali. Untuk itu pemilihan atau pembuatan metode
atau strategi dalam menjalankan kurikulum yang tela dibuat haruslah sesuai
dengan materi yang akan diberikan dan tujuan yang ingin dicapai.
4. Komponen
Evaluasi
Komponen evaluasi
merupakan bagian dari pembetuk kurikulum yang berperan sebagai cara untuk
mengukur atau melihat apakah tujuan yang telah dibuat itu tercapai atau tidak,
selain itu dengan melakukan evaluasi, kita dapat mengetahui apabila ada
kesalahan pada materi yang diberikan atau metode yang digunakan dalam
menjalankan kurikulum yang telah dibuat dengan melihat hasil dari evaluasi
tersebut. Dengan begitu, kita juga dapat segera memperbaiki kesalahan yang ada
atau mempertahankan bahkan meningkatkan hal-hal yang sudah baik atau berhasil.
G.
Prinsip-Prinsip Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum, seorang
pengembang kurikulum biasanya menggunakan beberapa prinsip yang dipegangnya
sebagai acuan agar kurikulum yang dihasilkan dapat memenuhi pelaku
pendidikan.beberapa prinsip umum yang digunakan dalam pengembangan kurikulum
akan dibahas di bawah ini.
1.
Prinsip
Berorientasi pada Tujuan
Sebagai suatu sistem, kurikulum
memiliki komponen-komponen di dalamnya seperti tujuan, materi, strategi dan
evaluasi. Komponen tujuan merupakan fokus bagi komponen lainnya. Ini menandakan
pengembangan kurikulum harus berorientasi pada tujuan. Maka dari itu, tujuan
kurikulum harus jelas, artinya tujuan kurikulum dapat dipahami oleh para
pelaksana kurikulum agar tujuan utama dapat dijabarkan menjadi tujuan-tujuan
lainnya yang lebih spesifik dan operasional. Tujuan kurikulum juga harus tepat
sasaran, artinya tujuan kurikulum dapat menjangkau aspek pengetahuan, sikap,
dan keterampilan siswa.
2.
Prinsip Kontinuitas
Prinsip kontinuitas
dimaksudkan bahwa perlu ada kesinambungan, khususnya kesinambungan bahan/materi
kurikulum pada jenis dan jenjang program pendidikan. Pengalaman-pengalaman
belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang
di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang
pendidikan dengan jenis pekerjaan.
3.
Prinsip
Fleksibilitas
Fleksibilitas sebagai
salah satu prinsip pengembangan kurikulum dimaksudkan adanya ruang gerak yang
memebrikan sedikit kelonggaran dalam mengambil keputusan tentang kegiatan yang
akan dilakukan oleh para pelaksana kurikulum. Para pengembang kurikulum perlu
memperhatikan bahwa implementasi kurikulum terkait dengan keragaman kemampuan
tiap sekolah menyediakan fasilitas dan tenaga pengajar serta lingkungan dimana
sekolah itu berada. Oleh karena itu, diperlukan prinsip fleksibilitas dalam
pengembangan kurikulum. Prinsip fleksibilitas juga terkait dengan memberikan
kebebasan kepada siswa dalam memilih program studi yang diinginkannya. Selain
itu, fleksibilitas juga perlu diberikan kepada guru, khususnya dalam
mengembangkan kegiatan-kegiatan pembelajaran, asalkan tidak menyimpang jauh
dari apa yang digariskan.
4.
Prinsip
Integritas
Integritas yang
dimaksud dalam hal ini adalah kerpaduan, artinya pengembangan pengembangan
kurikulum harus dilakukan dengan menggunakan prinsip keterpaduan. Prinsip ini
menekankan bahwa kurikulum harus dirancang untuk mampu membentuk manusia yang
utuh, pribadi yang intergrated. Hal
ini mempunyai arti bahwa manusia tersebut berkemampuan selaras dengan
lingkungan sekitarnya serta mampu menjawab berbagai persoalan yang dihadapi
dalam kehidupannya. Untuk itu, kurikulum harus dapat mengembangkan berbagai
keterampilan hidup (life skills).
DAFTAR PUSTAKA
Hermawan,
Asep Herry, Susilana, Rudi., Julaeha, Siti., Sanjaya, Wina. 2007. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:
Universitas Terbuka
Kurniasih,
Imas dan Sani, Berlin. 2014. Implementasi
Kurikulum 2013 : Konsep dan Penerapan. Surabaya : Kata Pena.
(diakses tanggal 15 September 2015 pukul
22.35 WITA)
(diakses tanggal 15 September 2015 pukul
23.35 WITA)
http://zainalarifin1961.blogspot.co.id/2014/04/dimensi-dimensi-kurikulum.html (diakses
tanggal 15 September 2015 pukul 22.50 WITA)
(diakses tanggal 16 September 2015
pukul 13.10 WITA)
https://neozonk.wordpress.com/2010/10/27/pengertian-dan-dimensi-kurikulum/
(diakses
tanggal 16 September 2015 pukul 13.10 WITA)
(diakses tanggal 20 September 2015
pukul 21.10 WITA)